Ulasan Gadis Minimarket karya Sayaka Murata
Judul : Gadis Minimarket
Penulis : Sayaka Murata
Alih bahasa : Ninuk Sulistyawati
Jumlah hal. : 160 halaman
Tahun terbit : 2020
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Nilai: 4/5
Gadis Minimarket memiliki judul asli Konbini Ningen dalam bahasa Jepang adalah salah satu karya Sayaka
Murata. Sayaka Mutara merupakan penulis fiksi
asal Negara Matahari Terbit yang sudah
menerbitkan karyanya sejak 2003. Novel ini terinspirasi dari pengalaman Murata
yang pernah bekerja sebagai pegawai minimarket. Novel ini juga menjadi karya pertama Murata yang diterjemahkan ke bahasa inggris dengan judul
Keiko Furukura, seorang anak perempuan yang sejak kecil memiliki perilaku yang dianggap tidak normal bagi lingkungan dan keluarganya. Ibu dan Ayahnya tetap berusaha mengajaknya mengikuti konseling agar Keiko kembali normal seperti anak pada umumnya. Keiko tumbuh menjadi seorang yang penyendiri. Di usia awal dewasanya Keiko memilih bekerja paruh waktu sebagai pegawai minimarket.
Hidupnya berubah semenjak ia menjadi pegawai minimarket. Ia banyak belajar, termasuk menirukan suara rekan kerjanya. Keiko merupakan pegawai
teladan. Ia selalu datang jauh dari waktu mulai bekerja. Selain itu Keiko juga setia dengan dibuktikan dengan dia bertahan sejak pertama buka hingga 19 tahun minimarket
itu beroperasi.
Kehidupan minimarket membawa sedikit banyak
perubahan pada diri Keiko, kecuali satu hal: kisah asmaranya. Keiko menjadi
perempuan lajang hingga usianya di pertengahan tiga puluh ini. Hidup Keiko yang dianggap belum menjadi normal dan kini ia pun harus bersinggungan dengan masalah kisah
asmaranya. Masalah menjadi runyam ditambah saat Shiraha hidup di rumahnya.
Shiraha adalah seorang laki-laki tunawisma dan tunakarya yang sebelumnya
dipecat dari minimarket tepat Keiko bekerja.
Shiraha hadir di kehidupan Keiko dengan harapan
simbiosis mutualisme; Keiko dianggap memiliki kekasih dan Shiraha memiliki
tempat tinggal. Seluruh teman dan anggota keluarga yang mengetahui bahwa Keiko
kini tinggal bersama laki-laki di rumahnya dan mengganggap bahwa Keiko sudah menjadi
manusia normal pada umumnya. Anggapan bahwa Keiko tidak lagi menjadi perempuan paruh baya
lapuk karena tak kunjung menikah memudar. Semuanya senang dengan kabar itu, tapi tidak
untuk Keiko. Keiko masih bertanya mengapa harus mengikuti apa kata orang
sekitarnya?
Hingga pada suatu saat Keiko memutuskan untuk
berhenti dari pekerjaan yang sudah ia tekuni selama belasan tahun itu karena
lingkungan kerjanya terus membahas masalah pribadinya. Keiko meninggalkan
pekerjaan pegawai minimarket dan menjalani hidup di apartemen kotaknya bersama
Shiraha yang masih mencari pekerjaan.
Keiko mencoba peruntungan lain dengan melamar di tempat lain. Keiko yang diantar Shiraha berangkat untuk melakukan wawancara ternyata datang terlalu awal. Keiko memutuskan untuk berbelanja di minimarket di sekitar situ. Melihat keadaan minimarket itu membuat Keiko teringat akan kenyamanan saat ia masih bekerja sebagai pegawai minimarket. Keiko mengambil alih keadaan minimarket yang saat itu sepertinya kekurangan pegawai, hingga akhirnya Shiraha datang dengan rasa kesal karena telah menunggunya lama. Namun, suasana minimarket itu lah yang membuat Keiko untuk melanjutkan hidupnya sebagai pegawai minimarket lagi.
Jika mengharapkan perubahan pada karakter tokoh di akhir cerita, hal itu tidak terjadi dalam novel ini. Saya berpikir bahwa Keiko akan berubah menjadi manusia normal seperti yang diharapkan keluarga dan teman-temannya. Namun, saya salah menilai.
Saya menyukai novel ini karena disajikan menggunakan cerita sederhana yang berasal dari lingkungan sekitar kita. Kesamaan budaya antara Jepang dan Indonesia yang membuat saya mudah terbawa cerita. Banyak juga sentilan yang akan menggetarkan hati para pembaca.
Saya juga memberi dua jempol kepada pengalih bahasa novel ini, Ninuk Sulistyawati. Ibu/Kak Ninuk menerjemahkan novel ini dengan bahasa yang sangat luwes. Mungkin saya tidak menyadari bahwa ini bukan novel terjemahan jika tidak melihat istilah asing yang digunakan dalam novel.
Ada cukup banyak istilah asing yang digunakan dalam novel ini yang tidak diartikan langsung. Menurut saya, ini yang menjadi kekurangan buku ini karena tidak memberikan catatan kaki pada istilah asing yang digunakan. Apabila diberi catatan kaki, ini akan membuat pembaca lebih mengefektifkan waktu. Namun, secara keseluruhan saya menyukai dan menyarankan untuk membaca novel ini.
Bagaimana tanggapan teman-teman yang sudah membaca novel ini? Yuk kita diskusikan :D

Komentar
Posting Komentar